manadotempo—Berbagai reaksi bermunculan setelah tersiarnya kabar bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengumumkan pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Reaksi negatif muncul dari Palestina. Segala upaya damai diyakini bakal berantakan.
Hanan Ashrawi, anggota komite pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), pengakuan itu bakal menyingkapkan posisi Amerika Serikat yang sangat sepihak dan bias.
“Itu akan menghancurkan total peluang perdamaian, atau apapun peranan Amerika dalam upaya pencapaian perdamaian,” ujar dia. “Mereka mengirim pesan yang jelas ke seluruh dunia: Sudah selesai!”
Ahmed Yousef, penasihat Ismail Haniya, pemimpin kelompok militan Palestina Hamas, juga mengkritisi rencana tersebut. “Saya tidak mengerti mengapa dia (Trump) ingin memusuhi lebih dari satu miliar Muslim di seluruh dunia,” katanya.
Trump, menurut analis, juga akan mendapat serangan balik yang kuat, terutama dari dunia Arab. “Bagi orang-orang Palestina, ini akan dianggap membagi kue sambil menegosiasikannya,” kata Ofer Zalzberg, analis International Crisis Group yang berbasis di Yerusalem.
Ashrawi memperingatkan bahwa hal itu dapat menimbulkan dampak yang tidak mudah ditanggung, termasuk kekerasan. “Bagi orang-orang yang mencari alasan, ini akan menjadi alasan yang siap pakai,” ujar Ashrawi.
Adapun proses perundingan damai Israel-Palestina saat ini sedang menunggu proposal dari pemerintahan Trump untuk memulai kembali perundingan damai tersebut. Pertemuan baru-baru ini di Riyadh, antara putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman dan menantu Trump, Jared Kushner, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, telah menimbulkan spekulasi bahwa Trump dan Pangeran Salman, sedang mendorong sebuah rencana.
Tapi kalau Trump berkukuh mengambil sikap mengakui ibu kota Isreal itu, hanya akan melukai proses damai yang dilakukan. Tensi di Yerusalem pun bakal meninggi lagi.
Pejabat Palestina telah mengeluarkan peringatan. Hamas di Gaza telah menyerukan pemuda untuk turun ke jalan. Langkah Trump diyakini hanya bakal melahirkan sentimen antiAmerika.
Hamas menyerukan intifadah baru jika Trump jadi mengambil keputusan itu. PM Abbas juga diminta untuk keluar dari proses perundingan damai. “Sebab Amerika tidak menghasilkan apapun untuk mereka,” tutur Ali Barakeh, perwakilan Hamas di Lebanon, seperti dikutip New York Times.
Presiden Trump sendiri, seperti disebut CNN, paling cepat akan mengumumkan sikap AS pada Selasa (5/12). Disebutkan, Trump akan mempertahankan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv untuk enam bulan ke depan. Namun, pemerintahannya akan memindahkan misi diplomatiknya ke Yerusalem.
Sumber CNN yakin bahwa Trump akan mencoba memperlunak pengumumannya bagi Palestina, dengan menyebutkan hanya Yerusalem Barat yang menjadi Ibu Kota Israel. Sedang Yerusalem Timur tetap ingin diklaim Palestina sebagai pusat pemerintahannya.
Para Presiden pendahulu Trump sudah lama berjanji memindahkan kedubes mereka ke Yerusalem. Namun, situasi di sana terlalu kompleks dan dikhawatirkan dampak besar yang terjadi.
Undang-Undang Kedutaan Besar AS di Yerusalem tahun 1995 sudah memutuskan bahwa kedutaan besar AS harus dipindahkan ke Yerusalem atau negara akan berhadapan dengan pinalti keuangan yaitu kehilangan separuh dana Kementerian Luar Negeri untuk mengakuisisi dan merawat bangunan milik AS di luar negeri.
Setiap enam bulan, para presiden menandatangani surat pengecualian untuk menghindari pinalti ini. (cnn)
Hanan Ashrawi, anggota komite pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), pengakuan itu bakal menyingkapkan posisi Amerika Serikat yang sangat sepihak dan bias.
“Itu akan menghancurkan total peluang perdamaian, atau apapun peranan Amerika dalam upaya pencapaian perdamaian,” ujar dia. “Mereka mengirim pesan yang jelas ke seluruh dunia: Sudah selesai!”
Ahmed Yousef, penasihat Ismail Haniya, pemimpin kelompok militan Palestina Hamas, juga mengkritisi rencana tersebut. “Saya tidak mengerti mengapa dia (Trump) ingin memusuhi lebih dari satu miliar Muslim di seluruh dunia,” katanya.
Trump, menurut analis, juga akan mendapat serangan balik yang kuat, terutama dari dunia Arab. “Bagi orang-orang Palestina, ini akan dianggap membagi kue sambil menegosiasikannya,” kata Ofer Zalzberg, analis International Crisis Group yang berbasis di Yerusalem.
Ashrawi memperingatkan bahwa hal itu dapat menimbulkan dampak yang tidak mudah ditanggung, termasuk kekerasan. “Bagi orang-orang yang mencari alasan, ini akan menjadi alasan yang siap pakai,” ujar Ashrawi.
Adapun proses perundingan damai Israel-Palestina saat ini sedang menunggu proposal dari pemerintahan Trump untuk memulai kembali perundingan damai tersebut. Pertemuan baru-baru ini di Riyadh, antara putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman dan menantu Trump, Jared Kushner, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, telah menimbulkan spekulasi bahwa Trump dan Pangeran Salman, sedang mendorong sebuah rencana.
Tapi kalau Trump berkukuh mengambil sikap mengakui ibu kota Isreal itu, hanya akan melukai proses damai yang dilakukan. Tensi di Yerusalem pun bakal meninggi lagi.
Pejabat Palestina telah mengeluarkan peringatan. Hamas di Gaza telah menyerukan pemuda untuk turun ke jalan. Langkah Trump diyakini hanya bakal melahirkan sentimen antiAmerika.
Hamas menyerukan intifadah baru jika Trump jadi mengambil keputusan itu. PM Abbas juga diminta untuk keluar dari proses perundingan damai. “Sebab Amerika tidak menghasilkan apapun untuk mereka,” tutur Ali Barakeh, perwakilan Hamas di Lebanon, seperti dikutip New York Times.
Presiden Trump sendiri, seperti disebut CNN, paling cepat akan mengumumkan sikap AS pada Selasa (5/12). Disebutkan, Trump akan mempertahankan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv untuk enam bulan ke depan. Namun, pemerintahannya akan memindahkan misi diplomatiknya ke Yerusalem.
Sumber CNN yakin bahwa Trump akan mencoba memperlunak pengumumannya bagi Palestina, dengan menyebutkan hanya Yerusalem Barat yang menjadi Ibu Kota Israel. Sedang Yerusalem Timur tetap ingin diklaim Palestina sebagai pusat pemerintahannya.
Para Presiden pendahulu Trump sudah lama berjanji memindahkan kedubes mereka ke Yerusalem. Namun, situasi di sana terlalu kompleks dan dikhawatirkan dampak besar yang terjadi.
Undang-Undang Kedutaan Besar AS di Yerusalem tahun 1995 sudah memutuskan bahwa kedutaan besar AS harus dipindahkan ke Yerusalem atau negara akan berhadapan dengan pinalti keuangan yaitu kehilangan separuh dana Kementerian Luar Negeri untuk mengakuisisi dan merawat bangunan milik AS di luar negeri.
Setiap enam bulan, para presiden menandatangani surat pengecualian untuk menghindari pinalti ini. (cnn)