MANADO – Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Sulawesi Utara, Syarifudin Saafa (S2) memiliki empat catatan penting dalam memperingati HUT Kota Manado ke 397 Tahun yang dirayakan pada 14 Juli 2020 hari ini.
Dikatakan S2, Manado saat ini telah banyak mengalami kemajuan melampaui kabupaten dan kota lainnya di Sulawesi Utara. Bahkan bila dibandingkan dengan daerah lainnya di kawasan timur Indonesia, Manado berada di peringkat setelah Kota Makassar.
Pun demikian, kata S2, ada sejumlah persoalan klasik yang belum mendapatkan solusi di usianya Kota Manado ke 397 Tahun.
Persoalan pertama yakni infrastruktur yang tidak ramah Air. Sebagai sebuah kota yang telah berusia hampir 4 abad, seharusnya persoalan dasar sebuah kota berupa infrastruktur sudah tuntas.
“Realitasnya hari ini adalah persoalan infrastruktur itu khususnya infrastruktur drainase dan jalan masih membutuhkan alokasi sumber daya yang besar ke depan. Saat ini infrastruktur kota belum ramah air. Hujan sejenak terjadi genangan dimana-mana. Dan tidak jarang genangan air yang deras dan bervolume besar itu menyebabkan banjir mini yang memasuki rumah rumah warga tanpa permisi,” kata dia.
Lanjut anggota DPRD Kota Manado 2 periode ini bahwa, keadaan itu berdampak pada banyak aspek dan mempengaruhi banyak hal. Mulai dari rasa nyaman dan aman masyarakat, keterpurukan ekonomi, kerusakan infrastruktur, serta dampak lainnya.
Hal kedua, menurut figur yang disebut-sebut layak maju dalam kontestasi politik Pilkada Kota Manado sebagai wakil walikota yaitu pengelolaan sungai dan dampak ikutannya.
“Tuhan Yang Maha Kuasa menganugerahkan 5 sungai besar yang membelah Kota Manado. Sudah pasti ada hikmah besar dibalik itu semua. Bahwa sungai-sungai itu dimaksudkan untuk membawah berkah kehidupan masyarakat. Bukan sebaliknya. Sekali lagi bukan sebaliknya. Dimana setiap tahun selalu menjadi momok menakutkan bagi warga kota terkhusus mereka yang tinggal disekitaran bantaran sungai,” sentil S2.
Politisi terkenal kritis ini pun berpandangan bahwa, keadaan itu menyebabkan rasa aman, nyaman, serta kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sangat terganggu secara massif.
“Bayangkan, pasca banjir warga yang mendiami sekitaran bantaran sungai membeli perabot, perbaikan rumah, dan lain sebagainya ketika terjadi luapan air sungai (banjir) menyebabkan kerusakan atau kehilangan kembali apa yang telah diperbaiki dan dibeli tersebut. Ini sama saja dengan gali lubang tutup lubang. Dan akan melanggengkan kemiskinan kota,” ungkapnya.
Pengelolaan sungai yang belum baik adalah pekerjaan rumah pemimpin kota ini menurut S2. Sehingga ia berpendapat, pemimpin daerah membutuhkan cara pandang baru dalam memandang lingkungan terkhusus sungai yang membelah kota ini.
“Ada begitu banyak ide kreatif yang dapat kita hidangkan dalam pemanfaatan sungai yang pada gilirannya memberikan manfaat besar bagi kehidupan masyarakat. Pada konteks ini pula, dibutuhkan sinergisitas antara pemerintah, propinsi dan kota serta kabupaten yang bersinggungan dengannya,” kata S2 lagi.
Hal yang keempat, soal penanganan pasar tradisional. Menurutnya, pasar sebagai tempat saling berinteraksi masyarakat lintas latar belakang (suku, agama, ras dan budaya) masih memprihatinkan.
Menurutnya, keprihatinan terhadap pengelolaan pasar dimaksud terkait dengan aspek infrastruktur pasar, manajemen pasar, kesejahteraan pedagang, profesialisme dan kesehatan perusahaan PD Pasar, dan rekayasa lalulintas dan selainnya.
“Infrastruktur pasar cukup memprihatinkan. Apalagi bila kita bandingkan dengan pasar semacamnya di kota – kota lainnya di Indonesia. Masih jauh dan butuh sentuhan khusus. Apalagi berbicara tentang kesejahteraan pedagang. Masih jauh. Padahal mereka berjualan sudah berbilang puluhan tahun. Namun nampaknya tidak ada yang berubah dari kehidupan mereka,” sambungnya.
S2 menilai, realitas itu hadir bukan karena kemalasan para pedagang. Karena menurutnya, pedagang yang ada saat ini sangatlah rajin.
“Mereka ke pasar dini hari dan ada yang pulang malam hari. Manajemen PD Pasar juga demikian. Terlalu gemuk. Karyawannya terlalu banyak. Sehingga nampak seperti perusahan yang over obesitas. Jangankan diajak lari, bertahan berdiri saja serasa tak mampu menahan beban di atasnya. Ini harus dirubah. Hingga kini belum sama sekali nampak pengembangan dari PD PASAR. Padahal ada organ direksi pengembangan usaha. Apalagi kita bicara kontribusi kepada PAD. Sama sekali tidak relevan. Karenanya perlu dirubah. Agar pedagang sejahtera, perusahaan sehat dan maju,” pungkasnya. (welkam)