ManadoTEMPO – Besarnya alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi penyelengara baik itu KPU maupun Bawaslu serta pihak keamanan melalui APBD dalam pelaksaaan pilkada serentak November 2024 mendatang, harus diimbangi dengan kerja kerja penyelenggara yang baik dengan kwalitas pilkada yang baik.
Akademisi Yang juga Dekan Fisip Unsrat DR.Ferry Liando, saat menjadi nara sumber dalam giat KPU Sulut, yang melibatkan media menggingatkan semya pihak untuk sama sama menyukseskan Pilkada serentak sekaligus menghasilkan Pilkada yang berkwalitas.
Jelasnya, besarnya alokasi anggaran harus tercermin dalam tahapan demi tahapan pelaksanaan Pilkada hingga nanti calon terpilih.
“Bagi daerah yang PADnya besar, mungkin anggaran untuk pilkada ini kurang berpengaruh, tapi bagi daerah yang pas pasan harus memangkas anggaran belanja termasuk pembagunan,” urainya Rabu (10/7/2024) di rumah Kopi 8, Sario Manado.
Karena itu tandasnya, Daftar Pemilih Tetap (DPT) ini akan sangat berpengaruh terhadap kwalitas pilkada.
“DPT ini sering dijadikan alat untuk mengajukan gugatan ke MK. Makanya saya ingatnya agar KPU harus lebih cermat, jangan sampai ada pemilih yang kehilangan kedaulatan politiknya,” ungkap Liando.
Jelasnya, dari aspek tata kelola pemilihan, terdapat 3 standar yang bisa menentukan apakah pilkada itu memiliki kualitas atau tidak.
Pertama, apakah aspek penyelenggaraannya berlangsung secara jujur, adil, bebas dan transparan, kedua ; apakah hasil pilkada itu melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang diharapkan atau tidak dan selanjutnha apakah pilkada itu memberikan manfaat (benefit) pada kepentingan kesejahtraan rakyat atau tidak.
Tegas Liando, Satu standar tidak terjawab, maka dapat dipastikan penyelenggaraan pilkada itu gagal.
“Salah satu tanggungjawab penyelenggara pemilu dalam menjawab ketiga standar tersebut adalah memastikan pilkada itu apakah didasarkan pada kedaulatan rakyat atau tidak. UU 10 tahun 2016 tentang pilkada menyebutkan bahwa pilkada itu merupakan sarana kedaulatan rakyat. Sehingga kewajiban penyelenggara adalah menjaga kedaulatan itu,”jelasnya.
Liando mengungkapkan, Pengalaman pada pemilu atau pilkada sebelumnya bahwa banyak pemilih yang kehilangan kedaulatan politiknya yang disebabkan karena buruknya pencatatan pemilih, kurangnya logistik, informasi terbatas, pemilih teritimidasi dan penyalahgunaan suara.
Pencatatan dan pendataan pemilih harus dilakukan secara hati-hati, serius, profesional dan transparan.
“Pemilik hak suara yang terlewati dalam proses pencatatan pemilih akan berpotensi menghilangkan kedaulatan dan hak politik warga negara,” tandas Liando.
Tambahnya, meski syarat memilih adalah kepemilikan KTP namun ketidakakuratan dalam pencatatan pemilih akan berdampak pada ketidaktepatan antara jumlah pemilih dengan ketersediaan surat suara.
“Jika surat suara habis padahal masih ada pemilih yang belum mencoblos maka saat itulah kedaulatan rakyat sudah dihilangkan,” ungkap Liando.
Kebijakan pindah memilih di TPS terdekat bagi pemilih yang tidak mendapatkan surat suara kerap tidak efektif karena pemilih tidak mau pindah TPS karena berbagai alasan seperti jarak yang terlalu jauh atau di TPS yang di rujuk juga sudah tidak tersedia surat suara atau TPSnya sudah di tutup,” tambahnya .
Untuk itu Liandi mengingatkan Oleh agar proses pencatatan pemilih harus dilakukan dengan cermat. Pihak pantarlih harus diawasi. Pengawasan harus dilakukan secara berlapis terhadap seperti pengawasan melekat oleh KPU, pengawasan fungsional oleh Bawaslu dan pengawasan eksternal oleh pihak media.
Media harus diberikan peran utama dalam proses pengawasan untuk memastikan kedaulatan rakyat tidak dihilangkan dalam penyelenggaraan pilkada.
Dirinya juga mrmunta media harus berperan mengingatkan publik agar aktif mencatatkan namanya dalam daftar pemilih.
“Keakuratan daftar pemilih akan menjamin adanya legitimasi pilkada. Legitimasi akan ditentukan oleh tingkat partisipasi pemilih. Jumlah Partisipasi pemilih ditentukan oleh keakuratan dalam pencatatan pemilih.
Keakuratan pemilih juga akan mencegah adanya sengketa hasil pilkada di MK,” tutupnya.
(Deasy Holung)