Manadotempo Tomohon,
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tomohon mengeluarkan peringatan keras terhadap para pejabat di jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Tomohon terkait tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pada Pasal 71 ayat 1, disebutkan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau Lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang memihak kepada salah satu paslon.
Ketua Bawaslu Tomohon, Stenly Kowaas, menegaskan bahwa jika ada laporan atau temuan pelanggaran, Bawaslu bersama dengan tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), yang terdiri dari Kepolisian dan Kejaksaan, akan memproses dugaan pelanggaran tersebut. “Jika unsur-unsur pelanggaran sesuai Pasal 71 terbukti, pejabat yang terlibat akan menerima konsekuensinya. Pejabat negara dan ASN seharusnya menjadi teladan, bukan malah melakukan pelanggaran yang tidak patut dicontoh,” tegas Kowaas.
Sanksi pidana atas pelanggaran ini tercantum dalam Pasal 188 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa pejabat yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut dapat dipidana penjara paling singkat 1 bulan hingga 6 bulan, dan/atau denda antara Rp600.000 hingga Rp6.000.000.
Selain itu, Pimpinan Bawaslu Tomohon, Yossi Korah dan Handy Tumiwuda, mengajak seluruh masyarakat Tomohon untuk turut serta dalam melakukan pengawasan dan melaporkan tindakan-tindakan yang mencurigakan. Mereka menekankan pentingnya bukti otentik dalam laporan, seperti foto dan video, agar bisa diproses secara hukum.
Korah menjelaskan bahwa Bawaslu memiliki prosedur yang ketat dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pidana. Setelah laporan diterima, Bawaslu akan melakukan kajian formil dan materil sebelum meregistrasi kasus tersebut. Kemudian, bersama tim Gakumdu, mereka akan melakukan penelusuran, pemeriksaan bukti, serta memanggil saksi-saksi untuk klarifikasi. Jika unsur pelanggaran terpenuhi, kasus akan dilimpahkan ke kepolisian untuk penyidikan, dan selanjutnya diserahkan ke kejaksaan hingga ke pengadilan.
“Karena ini terkait tindak pidana pemilihan, prosesnya lebih cepat dibanding pidana umum,” tutup Korah dan Tumiwuda.