Manadotempo Jakarta,
Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, menyatakan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental masih rendah, meskipun hal ini merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Menurutnya, kesehatan mental tidak hanya harus dilihat sebagai isu medis, tetapi juga sebagai bagian dari hak dasar setiap individu.
“Kesehatan mental bukan hanya persoalan medis, tetapi juga hak asasi manusia. Seperti halnya hak atas kesehatan fisik, akses terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas, inklusif, dan bebas dari stigma harus diakui sebagai bagian dari hak setiap orang,” tegas Dhahana.
Pernyataan ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dalam Pasal 9 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera, baik lahir maupun batin, serta memperoleh pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan mental.
Dhahana juga menyoroti pentingnya peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober. “Tujuan dari Hari Kesehatan Mental Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran global mengenai pentingnya kesehatan mental sebagai bagian dari hak asasi manusia,” tambahnya.
Namun, diakui oleh Dhahana, pemahaman yang belum memadai tentang kesehatan mental di masyarakat Indonesia masih sering berujung pada tindakan diskriminatif. “Orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental seringkali dihadapkan pada hambatan dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial,” jelasnya.
Untuk itu, pemerintah telah mengambil langkah-langkah regulasi, seperti melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang secara eksplisit mengangkat isu kesehatan mental guna memastikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak penyandang disabilitas mental (PDM).