SULUT, ManadoTEMPO – Langkah nyata dilakukan oleh Komisi II DPRD Sulut Bidang Perekonoman untuk menseriusi berbagai persoalan ditengah masyarakat, terutama nelayan di Sulut.

Pasca menerima keluhan dari Aliansi Masyarakat Sulut, Solidaritas Nelayan Indonesia, Gerakan Nelayan Perkasa Indonesia dan Ormas Adat Nusa utara, Komisi II yang dikoordinir Wakil Ketua Dewan Sulut dr.Michaela Paruntu didampingi pimpinan Komisi, Ketua, Inggried JNN Sondakh, SE.MM, Wakil Ketua Pricilia Rondo dan Sekretaris Dhea Lumenta serta anggota Komisi II, langsung menemui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP ) serta Komisi IV DPR RI yang menjadi mitra KKP.
Hal ini terungkap saat RDP antara Komisi II dan Aliansi Maysyarakat Nelayan, Bakamla, Kantor Kesyabandara Pelabuhan dan dinas periknan dan kelautan Bitung, Senin , 17 Februari 2025 di ruang Rapat Komisi II
Dimana dalam kesempatan ini, Ketua Komisi II Inggried Sondakh menyatakan 5 Point aspirasi masyarakat terkait keluhan Wilayah penangkapan Ikan yang dibatasi oleh Zonasi, Alat Monitoring Kapan atau VMS yang diwajibkan yang biayanya mencapai 12- 20 Juta, juga sertifikat nelatan , Harga Acuan ikan untuk pembayaran PNBP serta surat izin menggunakn rumpon.
” Apa yang menjadi keluhan dari bapak/Ibu sudah kami sampaikan. Kami diterima langsung oleh Bapak Krinas Samudra selaku Katinja Zonasi KKP RI, dimana beliau menjelaskan Wilayah Zonasi itu untuk membantu masyarakat nelayan kecil, dan tidak ada pembatasan penangkapan wilayah pengelolaan perikanan baik WPP 715 maupun 716. Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak daerah tidak menerima hanya di sampaikan ke kementrian kelautan dan disetorkan ke Rekening kementrian keuangan. Hal ini terjadi karena Aturan terkait cantolan didaerah mendapatkan tidak ada selain merubah UU No.27 oleh DPR RI. inilah kemudian mendorong kami langsung menemui Komisi IV DPR RI,” jelas Inggried .
Penjelasan ini diapreseasi oleh Nelayan, karena mereka tidak menduga jika Komisi II DPR RI telah mengambil langkah langkah Konkrit hingga berjuang ke pusat.
Sementara Koordinator Komisi IV, dr.Michaela Paruntu, MARS menyatakan sebelum menemui KKP dan Komisi IV pihaknya sah menggelar RDP dengan Dinas Kelautan perikanan Sulut.
Baginya persoalan muncul karena adanya interpretasi yang berbeda serta pelaksanaan yang berbeda antara aturan dengan implementasi dilapangan, juga tumpang tindihnya aturan yang ada.
“Aturan yang dibuat kadang kalah justru melahirkan persoalan. Kami ingin mencari solusi, tidak hanya diam.Makanya kami temui langsung KKP dan Komisi IV. Terkait PNBB, kita punya UU tapi cantolan hingga ke pemerintah daerah tidak ada, imbasnya Daerah tidak menerima apa apa yang ada hanya keluhan bahkan cacian,” ungkapnya.
Wakil Ketua Dewan Sulut ini juga melihat kuranya sosialisasi terhadap aturan yang menyebabkan lahirnya persoalan ditengah masyarakat nelayan.
” Harusnya semua aturan itu disosialisasikan secara baik dengan melibatkan semua pihak terkait, agar dipahami dan dimengerti,” ujarnya.
(Deasy Holung)